-RINGKASAN UU PPH YANG BARU-
(berlaku per 01 Januari 2009)
Undang-undang pajak penghasilan yang baru kini sudah disahkan olehDPR. Beberapa tarif pajak dipotong sehingga diperkirakan potential lostpajaknya mencapai Rp 40 triliun. Wajib pajak yang tak ber-NPWP akandikenakan pajak yang lebih tinggi.
Berikut pokok-pokok pikiran dalam UU Pajak Penghasilan (PPh) yang barudisahkan oleh DPR, di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (2/9/2008).
1) Penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Penurunan tarif PPhdimaksudkan untuk menyesuaikan dengan tarif PPh yang berlaku dinegara-negara tetangga yang relatif lebih rendah, meningkatkan daya saing didalam negeri, mengurangi beban pajak dan meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak(WP).
a. Bagi WP orang pribadi, tarif PPh tertinggi diturunkan dari 35% menjadi30% dan menyederhanakan lapisan tarif dari 5 lapisan menjadi 4 lapisan,namun memperluas masing-masing lapisan penghasilan kena pajak (incomebracket), yaitu lapisan tertinggi dari sebesar Rp 200 juta menjadi Rp 500juta.
b. Bagi WP badan, tarif PPh yang semula terdiri dari 3 lapisan, yaitu 10%,15% dan 30% menjadi tarif tunggal 28% di tahun 2009 dan 25% tahun 2010.Penerapan tarif tunggal dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan prinsipkesederhanaan dan international best practice. Selain itu, bagi WP badanyang telah go public diberikan pengurangan tarif 5% dari tarif normal dengankriteria paling sedikit 40% saham dimiliki oleh masyarakat. Insentif tersebut diharapkan dapat mendorong lebih banyak perusahaan yang masuk bursa sehingga akan meningkatkan good corporate governance dan mendorong pasar modal sebagai alternatif sumber pembiayaan bagi perusahaan.
c. Bagi WP UMKM yang berbentuk badan diberikan insentif pengurangan tarifsebesar 50% dari tarif normal yang berlaku terhadap bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4,8 miliar. Pemberian insentif tersebut dimaksudkan untuk mendorong berkembangnya UMKM yang pada kenyataannya memberikan kontribusiyang signifikan bagi perekonomian di Indonesia. Pemberian insentif jugadiharapkan dapat mendorong kepatuhan WP yang bergerak di UMKM. d. Bagi WP orang pribadi Pengusaha Tertentu, besarnya angsuran PPh Pasal25 diturunkan dari 2% menjadi 0,75% dari peredaran bruto. Penurunan tarif tersebut dimaksudkan untuk membantu likuiditas WP dengan pembayaran angsuran pajak yang lebih rendah serta memberikan kepastian dan kesederhanaanpenghitungan PPh.
e. Bagi WP pemberi jasa yang semula dipotong PPh Pasal 23 sebesar 15%dari perkiraan penghasilan neto menjadi 2% dari peredaran bruto. Perubahan tarif tersebut dimaksudkan untuk memberikan keseragaman pemotongan pajakyang sebelumnya ada yang didasarkan pada penghasilan bruto dan sebagiandidasarkan pada penghasilan neto. Dengan metode ini, penerapan perpajakan diharapkan dapat lebih sederhana dan tarif relatif lebih rendah sehingga dapat meningkatkan kepatuhan WP.
f. Bagi WP penerima dividen yang semula dikenai tarif PPh progresif dengan tarif tertinggi sampai dengan 35%, menjadi tarif final 10%. Penurunan tarif tersebut dimaksudkan untuk mendorong perusahaan untuk membagikandividen kepada pemegang saham, mendorong tumbuhnya investasi di Indonesiakarena dikenakan tarif lebih rendah dan meningkatkan kepatuhan WP.
2) Bagi WP yang telah mempunyai NPWP dibebaskan dari kewajiban pembayaran fiskal luar negeri sejak 2009, dan pemungutan fiskal luar negeridihapus pada 2011.
Pembayaran fiskal luar negeri adalah pembayaran pajak dimuka bagi orang pribadi yang akan bepergian ke luar negeri. Kebijakan penghapusan kewajiban pembayaran fiskal luar negeri bagi WP yang memiliki NPWP dimaksudkan untuk mendorong WP memiliki NPWP sehingga memperluas basis pajak. Diharapkan pada 2011 semua masyarakat yang wajib memiliki NPWP telah memiliki NPWP sehingga kewajiban pembayaran fiskal luar negeri layakdihapuskan.
3) Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk diri WP orang pribadi ditingkatkan sebesar 20% dari Rp 13,2 juta menjadi Rp 15,84 juta, sedangkan untuk tanggungan istri dan keluarga ditingkatkan sebesar 10% dari Rp 1,2juta menjadi Rp 1,32 juta dengan paling banyak 3 tanggungan setiap keluarga.Hal ini dimaksudkan untuk menyesuaikan PTKP dengan perkembangan ekonomi dan moneter serta mengangkat pengaturannya dari peraturan Menteri Keuangan menjadi undang-undang.
4) Penerapan tarif pemotongan/pemungutan PPh yang lebih tinggi bagi WP yang tidak memiliki NPWP.
a. Bagi WP penerima penghasilan yang dikenai pemotongan PPh Pasal 21 yang tidak mempunyai NPWP dikenai pemotongan 20% lebih tinggi dari tarif normal.
b. Bagi WP menerima penghasilan yang dikenai pemotongan PPh Pasal 23 yang tidak mempunyai NPWP, dikenai pemotongan 100% lebih tinggi dari tarif normal.
c. Bagi WP yang dikenai pemungutan PPh Pasal22 yang tidak mempunyai NPWP dikenakan pemungutan 100% lebih tinggi daritarif normal.
5) Perluasan biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.Dimaksudkan bahwa pemerintah memberikan fasilitas kepada masyarakat yang secara nyata ikut berpartisipasi dalam kepentingan sosial, dengan diperkenankannya biaya tersebut sebagai pengurang penghasilan bruto.
a) Sumbangan dalam rangka penganggulangan bencana nasional dan infrastruktur sosial
b) Sumbangan dalam rangka fasilitas pendidikan, penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia.
c) Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga dan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia.
6. Pengecualian dari objek PPh
a) Sisa lebih yang diterima atau diperoleh lembaga atau badan nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan atau bidang penelitian dan pengembangan yang ditanamkan kembali paling lama dalam jangka waktu 4 tahuntidak dikenai pajak.
b) Beasiswa yang diterima atau diperoleh oleh penerima beasiswa tidakdikenai pajak.
c) Bantuan atau santunan yang diterima dari Badan PenyelenggaraJaminan Sosial tidak dikenai pajak
7. Surplus Bank Indonesia ditegaskan sebagai objek pajak.
Aturan inidimaksudkan untuk memberikan penegasan terhadap penafsiran yang berbeda tentang surplus BI. Menurut UU No.7 Tahun 1983 tentang PPh, pengertian penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh WP dengan nama dan dalam bentuk apapun. Dengan demikian surplus BI adalah tambahan kemampuan ekonomis yang termasuk objek PPh yang diatur dalamUU PPh.
8. Peraturan perpajakan untuk industri pertambangan minyak dan gas bumi, bidang usaha panas bumi, bidang usaha pertambangan umum termasuk batubara dan bidang usaha berbasis syariah, diatur tersendiri denganPeraturan Pemerintah.
Selasa, 16 September 2008
UU PPH baru disahkan-----
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
.jpg)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar